Minggu, 06 Maret 2016

Aku Rindu Pulang


Judul: Aku Rindu Pulang
Author: Nici
Genre: Comfort, Spiritual

Aku berbaring santai di atas tempat tidurku sambil memandang ke langit-langit kamar. Kosong. Aku berusaha menikmati belaian angin yang menyerbu masuk melalui jendela-jendela kamar yang terbuka. Ya, aku membuka lebar-lebar jendela kamar dengan sengaja. Sesekali aku berganti posisi, melihat ke luar jendela, memperhatikan perpaduan warna putih dan biru yang terbentang indah di luar sana. Lukisan alam ciptaan-Nya berpose dengan penuh pesona. Cantik.

Aku sadar ini bukanlah yang pertama kali. Akhir-akhir ini aku sering mengkhianati daftar agendaku hanya untuk berhenti. Entahlah. Hanya untuk sejenak berdiam diri. Ada rasa rindu yang memancing untuk dicumbu.

*****

Sebuah cafe di pusat Ibukota menjadi saksi bisu bagi kelima wanita muda yang saling menuntaskan rindu. Mereka memutuskan untuk bertatap muka sambil berbagi cerita yang seolah tidak akan ada akhirnya. Termasuk cerita tentang masa-masa jaya mereka saat masih menjadi mahasiswa. Senja itu cuaca cerah. Sinar matahari masih menari riang seolah enggan bertukar tempat dengan sang rembulan.

"Deya, kamu sekarang beneran udah mantep pake rok terus?" tanya Ika membuka percakapan.

"Iya. Hehe." jawabku.

"Celana jeansnya udah pada dibuang ceunah. Keren nggak tuh?" kata Bia mengompori situasi.

"Hah? Serius? Kok bisa sih, De? Sekarang kerudungmu juga udah panjang menutup dada ya? Keren, keren!" Rias, sahabatku yang paling cerewet itu, menyerocos sambil mengacungkan dua jempolnya.

"Wah, udah makin mirip Ustadzah dong nih! Sungkem dulu yuk sama Ustadzah Deya!" Tika menimpali tidak kalah hebohnya sambil berusaha meraih tanganku. Aku justru membalas dengan mencubit punggung tangannya.

Ya, aku memang seringkali dipanggil dengan sebutan Ustadzah oleh keempat sahabatku itu. Mereka bilang, akulah sosok yang paling religius. Tempat mereka berkonsultasi tentang agama dan hal lain yang bersifat serius.

*****

"Eh De, kamu nggak sholat qabliyah dulu?" tanya Bia saat melihatku sudah bersiap di posisi imam untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Dia sedang bermain ke rumahku dan kami hanya berdua saat itu. Bia sudah selesai melaksanakan dua rakaat sunnahnya lebih dulu saat aku masih mengambil air wudhu.

"Enggak."

"Loh, kenapa?" Bia bertanya lagi.

"Ya... nggak apa-apa." jawabku. Entah kenapa aku menjadi kikuk saat itu. Sekilas aku melihat ada perubahan ekspresi di wajah Bia. Semacam kecewa atau entah apa. Ah, mungkin hanya perasaanku saja.
Kami pun memutuskan untuk memulai sholat dzuhur berjamaahnya.

Melaksanakan sholat secara berjamaah memang menjadi kebiasaan sejak kami masih kuliah dulu. Walaupun hampir selalu dimulai dengan hom pim pa sebelum bismillah. Iya, hom pim pa untuk menentukan siapa yang akan menjadi imamnya. Percaya atau tidak, tanpa hom pim pa kami akan membutuhkan waktu yang lama hanya untuk saling tunjuk, saling melempar amanah sebagai imam dalam sholat berjamaah.

Saat sholat dzuhur berjamaah selesai, aku melihat Bia melaksanakan sholat ba'diah dzuhur. Aku melipat mukena sambil sesekali memperhatikan Bia diam-diam.

Bia sudah berubah. Semasa kuliah dulu, kami hanya melaksanakan sholat wajib berjamaah tanpa memikirkan sholat rawatibnya. Sekarang Bia berbeda. Ada rasa kagum dan sedih yang menari-nari di dalam hati. Aku kagum kini Bia sudah menjadi lebih baik dari yang aku kenal dulu. Aku sedih karena aku masih saja seperti ini. Bia sudah berlari memperbaiki diri, sedangkan aku masih ngaso di sini.

*****

Aku berjalan gontai memasuki kamar dan membanting tubuhku ke atas tempat tidur. Ini menjadi hari yang cukup melelahkan di kantor. Sepanjang perjalanan pulang tadi, aku sudah mengancam diriku sendiri akan segera mandi. Uh, rasanya badan ini sudah sangat lengket dan bau sekali! Tapi saat ini yang aku lakukan justru kembali berdiam sambil memandangi langit-langit kamar. Lagi.

Aku memaksa diriku untuk menikmati sebuah film dokumenter yang diputar oleh otakku sendiri. Aku mengingat-ngingat tentang kapan terakhir kali aku antusias menanti waktu sholat, mencintai Al-Quran sebagai obat di kala penat dan menjadikan puasa sebagai tameng dari perilaku maksiat. Seolah aku ditarik ke dalam sebuah mesin waktu untuk memilah-milah ingatan itu. Ah, ternyata bernostalgia dengan masa-masa ketika iman masih berjaya itu lelah juga. Aku memilih untuk beristirahat sejenak dan memejamkan mata.

Pukul 03.05 WIB dini hari aku terbangun. LED smartphoneku menyala dan memancing aku untuk membukanya. Ada sebuah pesan dan nama Bia muncul di sana.

"Deya, maaf ya baru bales lagi. Kemaren lagi banyak banget kerjaan. Nanti lanjutin lagi ya ceritanya, De. Eh, kamu udah tahajud belom nih? Bangun yuk! Sahur sekalian. :*" celoteh manis Bia dalam pesan itu menyadarkanku bahwa aku pun sudah melupakan indahnya bermunajat di sepertiga malam.

Mengenaskan! Kini aku paham apa yang membuatku semakin sering berhenti, hanya untuk sekedar berdiam diri. Aku sudah terlalu jauh meninggalkan kebaikan dan justru sangat menikmati bermain di kolam kenistaan.

Kini aku tahu dengan siapa rindu itu ingin dicumbu. Aku rindu pulang. Iya, aku rindu pulang. Aku ingin pulang ke istana kebesaran-Nya, memanjakan diri dengan kehangatan cinta-Nya dan menikmati keteduhan perlindungan-Nya.

"Iya, Bia. Ini aku udah bangun kok. Eh Bi, kamu bersediakah jadi alarm khusus untukku? Sering-sering ajak aku kayak gini. Aku udah mulai lalai nih..." pintaku melalui balasan pesan itu.

"Dengan senang hati! Mau dibangunin jam berapa Ibu Peri?" goda Bia dalam balasan singkatnya. Aku pun tersenyum. Haru. Bagaimana pun, aku sudah tertinggal beberapa langkah dari Bia. Sungguh, aku tidak ingin tertinggal semakin jauh.

'Tunggu aku pulang ya, Bia.' ucapku dalam hati.

*****

Apabila penghuni surga telah masuk ke dalam surga, lalu mereka tidak menemukan sahabat-sahabat mereka yang selalu bersama mereka dahulu di dunia, mereka bertanya tentang sahabat mereka kepada Allah.

"Ya Allah, kenapa kami tidak melihat sahabat-sahabat kami yang sewaktu di dunia sholat bersama kami, puasa bersama kami dan berjuang bersama kami?"
Maka Allah berfirman, "Pergilah ke neraka lalu keluarkan sahabat-sahabatmu yang di hatinya ada iman walau hanya sebesar zarrah."

(HR. Ibnu Mubarak dalam kitab "Az-Zuhd")

*****

Semoga Bia akan menjemputku jika dia tidak menemukanku di surga-Nya kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar