Senin, 27 Juli 2015

Rumah Impian yang Nyaris Hilang

Ada sebuah rumah sederhana. Namun terselip mimpi dibalik kesederhanaan bangunannya. Pemiliknya, seorang wanita, bermimpi dapat menempati rumah itu bersama pria pujaannya. Dari jauh hari sebelumnya, sang pria dan wanita mengucap janji bersama. Pada bulan Maret tahun 2014, rumah itu akan ditempati oleh mereka. Ya, mereka berdua.


Maret 2014
Sang wanita datang ke rumah itu sambil menggenggam erat impiannya. Ia membuka pintu rumahnya, tapi tak menemukan sosok pria pujaannya. Mungkinkah pria itu melupakan janjinya?
Sang wanita pun memutuskan untuk berdiri di ambang pintu, membiarkan pintunya terbuka. Ia percaya pria pujaannya akan datang sesuai janjinya.
Benar saja. Pria pujaannya tiba. Kehadirannya sungguh mempesona. Sang wanita menyiapkan senyum terbaik untuk menyambutnya.
Namun sayang, pria pujaannya hanya melambaikan tangan dari sebrang jalan. Ia menyampaikan pesan bahwa ia masih memerlukan waktu untuk pulang, kurang lebih 6 bulan.
Sang wanita diminta untuk bersabar.

Kecewa? Mungkin iya.
Tapi sang wanita tetap percaya, akan tiba mimpinya menjadi nyata.


September 2014
Sang wanita masih berdiri di pintu yang sama, di rumah yang sama dan masih menanti orang yang sama.
Nggak usah ditanya bagaimana rasanya berdiri sekian lama.
Hingga waktu yang dinanti-nanti pun tiba.
Pria pujaannya datang. Ya, dia datang! Sang wanita senang karena pria pujaannya akan pulang.
Namun sayang...
Untuk kedua kalinya, pria pujaannya seolah hanya menyetorkan muka. Ia meminta sang wanita bersabar lagi untuk 6 bulan lamanya.
"Maaf, aku belum bisa pulang," katanya.

Apa daya, meski kecewa, sang wanita mencoba tetap memberikan senyumnya.
Berdoa, semoga pria pujaannya tetap menggenggam janji mereka.


Maret 2015
Sang wanita masih berdiri di pintu yang sama, di rumah yang sama dan masih menanti orang yang sama.
Kakinya seolah sudah mati rasa karena berdiri terlalu lama. Tapi jangan sampai remehkan hatinya.
Sang wanita masih mendamba kehadiran pria pujaannya, sebagaimana janji yang sempat diucapkan oleh mereka.
Meski waktu sudah tak lagi sama. tapi tak ada yang berubah dengan mimpinya.
Masih menanti pria pujaannya untuk menempati rumah itu bersama-sama.
Hingga pada akhirnya, pria pujaannya kembali menemuinya.
Ya ya ya, sama dengan sebelumnya, pria pujaannya hanya melambaikan tangan dari jauh dan berkata, "Maaf, masih bisakah aku meminta waktu lagi? Aku masih belum bisa pulang kali ini."

Apa yang terjadi?
Sang wanita tetap mencoba tersenyum dan menyemangati sebelum pria pujaannya itu pergi.
Meski sesungguhnya ia sudah tak dapat lagi merasakan nyerinya kaki karena terlalu lama berdiri.
Bahkan kali ini, sang wanita merasa ada bagian di hatinya yang lebih nyeri.
"Kalau sampai 6 bulan lagi kamu nggak juga kembali ke sini, mungkin waktunya aku yang akan pergi," ucap sang wanita penuh arti.


Juni 2015
Pria pujaannya datang.
Pria pujaannya pulang.
Sang wanita pun riang bukan kepalang.
"Aku nggak sia-sia menunggunya. Tiba waktunya mimpiku menjadi nyata. Terlebih lagi, kali ini hanya membutuhkan waktu 3 bulan menantinya, nggak seperti sebelumnya. Aku bahagia. Sangat bahagia!" ucapnya seraya bursyukur pada Sang Pencipta. Tak terasa, pipinya basah dengan air mata. Ya, air mata bahagia.

Penantian yang panjang, kini terbayar karena pria pujaannya telah datang.

Namun sayang...
Pria pujaannya datang bukan untuk yang dibayangkan.
Pria pujaannya hanya singgah, ia bukan pulang ke rumah.

"Maaf, aku hanya singgah. Tunggu aku 9 bulan lagi, bersedia kah?"

DEG!



Wanita : "9 bulan? Mungkin sebaiknya kamu nggak usah pulang."
Pria   : "Kenapa?"
Wanita : "Sesuai dengan ucapanku 3 bulan lalu, aku hanya akan memberikan waktu 6 bulan lagi untukmu. Aku takut sudah tak kuat lagi menunggu."
Pria   : "Aku sudah datang ke sini sekarang. Bahkan aku menyempatkan untuk singgah kan? Tidak bisa kah kamu menghargai usaha yang sudah aku lakukan?"
Wanita : "Menghargai? Tidak bisa kah kamu menghargaiku yang telah berdiri menunggumu di ambang pintu selama 15 bulan? Berdiri di pintu yang sama, berdiri untuk menanti orang yang sama, berdiri untuk waktu yang lama?"
Pria   : "Aku tidak memintamu untuk berdiri menungguku. Kalau lelah, kamu boleh duduk. Istirahatlah."
Wanita : "Entahlah. Aku berdiri karena aku terlalu antusias menunggu kedatanganmu. Tapi kalau kamu masih juga meminta waktu, aku takut kakiku akan menjadi lumpuh dan justru tak bisa menyambut kedatanganmu."
Pria   : "Kalau begitu, kamu tak perlu menyambutku. Aku yang akan menghampirimu."
Wanita : "Dengan keadaanku yang lumpuh, nantinya aku tak akan mampu merawat rumahku. Mungkin saja kelak ketika kamu pulang, rumah ini sudah akan dipenuhi dengan banyak sabang."
Pria   : "Kalau begitu, kita akan membersihkannya bersama-sama. Bukankah ini rumah kita?"
Wanita : "Tidak bisa. Aku sudah lumpuh."
Pria   : "Kalau begitu, biarkan aku saja sendiri yang membersihkannya. Sebagai caraku menebus kesalahanku."
Wanita : "Bisa saja karena aku sudah tak mampu lagi merawat diriku sendiri, kelak ketika kamu ke sini, kamu tak akan menemukanku lagi di rumah ini."
Pria   : "Berarti aku salah rumah. Selama tak ada kamu di dalamnya, itu bukan rumah yang aku punya."
Wanita : "Semakin lama menunggumu, aku menjadi ragu. Mungkin ini bukan mimpi kita. Aku yang terlalu jauh terlena. Ini hanyalah mimpiku. Mimpiku sendiri."
Pria   : "Hey! Kamu boleh memimpikannya, ijinkan aku yang mewujudkannya."

Pada akhirnya, sang wanita membiarkan pria pujaannya meninggalkan rumah itu untuk yang kesekian kalinya.
Akankah sang wanita sanggup untuk menunggunya?

Senin, 20 Juli 2015

Jodohmu Cerminan dari Dirimu



Ada seorang wanita. Usianya kira-kira dua tahun lebih tua. Hobinya adalah membaca buku dan menulis cerita. Perjalanan hidupnya membuatku semakin percaya akan cinta-Nya. Membuatku semakin percaya akan janji-Nya. Aku banyak belajar darinya tentang kegigihan dalam mencapai tujuan hidup, kepatuhan terhadap orang tua, serta ketakwaan terhadap Sang Pencipta.

Dia sudah memutuskan untuk berhijab sejak masih duduk di bangku SMP, yakni sekitar tahun 2003. Sepak terjang hijrahnya pun luar biasa. Aku bahkan tidak bisa mengingat kapan pernah melihat dia menggunakan celana jeans ketat sebagai paduan busananya. Dibandingkan denganku yang membutuhkan waktu berbulan-bulan, seolah-olah dia hanya memerlukan waktu beberapa jam untuk membulatkan tekadnya, membalut tubuhnya dengan busana syar'i sesuai perintah-Nya. Masya Allah... Semoga Allah selalu melindungi ia di jalan-Nya. Aamiin...

Dia juga seorang wanita yang begitu konsisten memegang prinsip 'tidak boleh berpacaran', sebagaimana agama kami mengajarkannya. Berbeda denganku yang sudah bergelut dalam 'dunia pacar-pacaran' ini sekian lama, dia justru bisa tetap tenang menggenggam prinsipnya tanpa tergoda. Luar biasa!

Pernah suatu ketika dia bercerita. Tentang seorang pria yang sedang berusaha mendekatinya. Tapi pria itu sama sekali tak berhasil menarik simpatinya. Aku masih sangat ingat ekspresi bencinya ketika menceritakan betapa pria itu menyebalkan di matanya. Ketika pria itu justru beberapa kali mencoba untuk menyentuhnya, seolah ingin membelai lembut kepala dalam balutan hijab syar'i yang dikenakannya.

"Pria itu aku rasa memiliki sayap di tangannya. Tangannya tidak bisa diam! Mencuri-curi kesempatan untuk memegang tanganku, atau mengusap kepalaku. Betapa menyebalkannya dia!" ceritanya padaku di satu kesempatan.

Kesungguhannya menjaga kehormatan membuatku salut padanya. Bahkan sekedar tersentuh pun ia tak rela. Masya Allah... betapa mahalnya dia!

Hingga di satu titik, muncul kekhawatiran di dalam diri orang tuanya, "Kalau ia seperti ini, apakah mungkin ia akan mendapatkan jodoh? Bahkan keluar rumah pun hanya sebatas berangkat dan pulang kerja."

Kekhawatiran itu sempat menimbulkan semacam paksaan dari pihak orang tua, untuk menerima 'si pria dengan tangan bersayap' yang mendekatinya. Tapi ia tetap tidak bisa. Hatinya tidak terbuka.

Pada suatu hari, hadir seorang pria lain yang dikenalkan oleh tantenya. Pria yang terlihat lebih mapan dan dewasa. Pria yang sepertinya memiliki prinsip yang sama dengan dirinya. Beberapa kali bertatap muka, bahkan sempat pergi bersama-sama menghadiri suatu acara keluarga. Sempat ada perbincangan ringan mengenai rencana ke jenjang berikutnya. Hingga pada akhirnya, pria itu menghilang tanpa berita.

"Dia tidak ada kabar. Terakhir dia bilang ada urusan pekerjaan yang membutuhkan waktu agak lama. Tapi sampai saat ini dia tak kunjung datang," begitu ceritanya.
Ada luka di hatinya.

"Mungkin nggak ya ini karma karena menolak pria sebelumnya?" ucap orang tuanya. Terlihat sekali semakin tebal kekhawatiran yang menyelimuti mereka.

Kemudian, seolah ingin menepis semua ke-sok-tahu-an manusia, Sang Pembuat Skenario Kehidupan menunjukkan jalan-Nya. Sebuah perkenalan sederhana dengan pria yang sepantaran dengannya, melalui perantara seorang sahabat di lain kota. Sebuah perkenalan sederhana yang menuntun pada proses pendekatan di antara mereka. Semua berjalan perlahan tanpa tergesa-gesa.


Siapa yang menyangka bahwa pria itulah jodohnya? Ya, pria itu jodohnya.
Beberapa bulan yang lalu mereka menjadi pasangan yang sah atas restu-Nya. Masya Allah... Betapa cantik rencana-Nya.

Di awal mula perkenalan mereka, yang kutahu, pria itu hampir sama dengan kebanyakan pria lainnya. Di satu kesempatan, pria itu sempat 'megajak' untuk berpacaran seperti pasangan-pasangan pada umumnya. Tapi dia tetap konsisten pada prinsipnya. Dia menantang pria itu untuk melamarnya saja jika memang serius padanya.

Selang beberapa waktu setelah itu, pria itu datang bersama keluarga besarnya. Kemudian merencanakan proses pernikahan mereka. Bagian yang lebih luar biasanya adalah ketika mengetahui bahwa pria itu justru sudah menjadi jauh lebih islami dari sebelumnya. Masya Allah...

Pria itu begitu menjaga kehormatan dirinya, dengan tidak bersentuhan dengan lawan jenis, meskipun dengan iparnya.
Pria itu begitu menjaga pandangannya, dengan memilih tidak masuk ke rumah saat ia tahu iparnya sedang tidak memakai kerudung di dalam sana.
Pria itu begitu menjaga cinta-Nya, dengan konsisten memenuhi panggilan 5 waktu secara berjamaah di Masjid dekat rumahnya.
Pria itu begitu menjaga kehormatan istrinya, dengan memperhatikan busana yang istrinya kenakan setiap kali akan keluar rumah, memastikan istrinya telah menutup auratnya dengan sempurna.

Allahu Akbar! 

Aku kurang lebih mengetahui bagaimana proses yang mereka alami, dari mulai perkenalan, lamaran, hingga mensahkan hubungan mereka atas restu-Nya.

Haru dan bahagia,
melihat bagaimana yang semula mereka bahkan tak pernah berani saling bertatap mata terlalu lama, kini bisa saling bertatap mata sepanjang waktu yang mereka punya, atas restu-Nya.

Haru dan bahagia,
melihat bagaimana yang semula mereka bahkan tak pernah berani saling bersentuhan, kini bisa saling bergenggaman tangan, atas restu-Nya.

Haru dan bahagia,
melihat bagaimana yang semula mereka bahkan tak pernah berani berdekatan terlalu lama, kini bisa berjalan saling berangkulan tanpa perlu takut akan dosa, atas restu-Nya.

 "Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, begitu pula sebaliknya".
Begitulah salah satu janji-Nya...

Kini aku semakin percaya.
Tak akan pernah habis cara-Nya dalam mempersatukan wanita yang menjaga kehormatannya, dengan lelaki yang menjaga imannya.
Semoga mereka selalu dalam lindungan-Nya dan selalu bahagia dalam berkah dan ridho-Nya. Aamiin...

***
Oh iya, di satu kesempatan aku pernah ke Masjid bersama mereka. Setelah selesai shalat berjamaah, aku melihat pria itu asik berbincang-bincang dengan beberapa pria lain yang juga baru selesai shalat berjamaah di sana. Masya Allah... Sejuk sekali rasanya memperhatikan mereka. Bangganya dia mendapatkan seorang suami yang ahli Masjid seperti pria itu.

Sempat terbersit, "Ya Allah, aku mau satu saja yang seperti itu. Boleh kah?"

Tapi sesaat setelah itu rasanya aku ingin menampar diriku sendiri.
'Ah, sudah sebaik apa agama aku? Sudah sekuat apa usahaku dalam menjaga kehormatanku? Pantas kah aku untuk lelaki seperti itu? Mimpi!'


Minggu, 07 Juni 2015

KDII, Membuatku Jatuh Hati



Kegiatan pesantren kilat tahun 2014 lalu memang sudah selesai, tapi bagi kami (peserta pesantren kilat itu) justru semuanya baru akan dimulai. Saat itu kami mengantri, menunggu giliran untuk mendaftarkan diri. Jangan ditanya kenapa aku mau ikutan kegiatan itu. Kalian tau kan kenapa? Yap, lagi dan lagi, kakakku yang mengajakku! Aku belum paham kegiatan seperti apa yang dimaksud itu. Sedikit yang kutau, Ustad Fatih Karim (salah satu narasumber saat itu) menawarkan sebuah kajian intensif, untuk yang mau bangkit dari posisi umat muslim yang pasif.

*FYI, buat yang masih roaming, baca dulu postinganku sebelumnya tentang Pesantren Kilat

Kajian intensif. Direncanakan pertemuannya setiap dua kali dalam sebulan. Pesertanya nggak boleh lebih dari 50 orang. Kenapa sih dibatasin jumlah pesertanya? Karena konsep kajian ini beda sama tabligh akbar atau semacamnya. Kajian ini harus konsisten! Konsisten datang di setiap pertemuannya, konsisten semangat cari ilmunya, konsisten sama niat untuk istiqomahnya. Materi yang akan dibahas itu saling berkaitan di setiap pertemuan, makanya diharapkan bisa hadir secara rutin. Biar ilmunya nyambung! Kalimat yang Ustad Fatih pernah bilang itu begini, "Ibarat kita mau install software di komputer, berarti kita harus install sampai 100%. Kalau belum 100% udah berenti, ya jadinya software-nya error, nggak bisa dipake. Begitu juga sama diri kita. Kalau kita mau install diri kita dengan software islam, jangan setengah-setengah, harus full! Biar diri kita nggak error."

Jadi peraturannya begini:
1. Konsisten hadir di setiap pertemuan (boleh nggak hadir kalau alasannya syar'i, contoh: menemani orang tua yang sakit, nggak diijinin sm suami, memenuhi undangan resepsi kerabat, saudara/kerabat ada yang meninggal, atau alasan-alasan syar'i lainnya)
2. Apabila nggak hadir lebih dari 3x atau selama 2x pertemuan berturut-turut, maka dipersilahkan mengundurkan diri (karena kemungkinan udah ketinggalan materi---susah nyambung lagi)
3. Ada hafalan yang harus disetorkan di setiap pertemuan. Kemudian di pertemuan terakhir nantinya peserta harus menyetorkan hafalan dari awal sampai akhir
4. Selama kajian berlangsung, handphone harus di-silent, kalau terdengar suara handphone selama kajian berlangsung, maka handphone-nya akan disedekahkan :p

Ya jadi kira-kira begitulah beberapa peraturannya. Awalnya aku sempat berpikir, 'Wow, peraturannya ketat juga! Tapi, aku tertantang...'

Saat itu, aku dan kakakku memutuskan untuk mendaftarkan seluruh anggota keluargaku (mama, papa dan kedua adikku). Kapan lagi kan bisa ngaji sekeluarga? Toh, kajiannya juga diadakan setiap Hari Minggu, jadi nggak bentrok sm waktu kerja.

Aku juga menyempatkan diri untuk share informasi ini ke teman-temanku yang lain. Tapi, yah, yang namanya kegiatan keagamaan, sedikit lah yang tertarik untuk ikut. Apalagi dengan peraturan yang cukup ketat, yakni harus hadir di setiap pertemuan. Berat, coy! Alhamdulillah, ada dua orang yang berhasil aku hasut untuk ikut.

Oh iya, waktu itu jumlah peserta yang terdata melebihi 50 orang. Padahal kan Ustad Fatih sudah menetapkan batas maksimal peserta. Tapi, Ustad Fatih bilang, 'Karena banyak yang mau belajar islam, masa' sih ditolak?' Akhirnya diputuskanlah kajian intensif ini membuka dua kelas, yaitu kelas siang dan kelas sore.

Singkat cerita, pertemuan pertama diadakan di salah satu ruangan di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat. Saat itu hari Minggu, tanggal 14 September 2014. Di pertemuan pertama itulah disampaikan lebih rinci mengenai peraturan-peraturannya dan buku apa yang akan dipakai. KDII adalah sebutan untuk kajian ini. Apa sih KDII? Kajian Dasar Islam Intensif. Di kajian ini kita belajar sama-sama untuk memahami Islam, dari akar hingga daunnya.


Materi pertama yang dibahas adalah tentang perjalanan hidup manusia, yakni memahami hakikat hidup hingga akhir perjalanan kehidupan. Ngena banget pembahasan ini! Aku masih ingat sampai sekarang isi materinya. Benar-benar menjadi dasarnya! Tepat banget deh dijadiin materi pertama. Bikin nagih buat ikut kajian berikutnya!

Pertemuan pertama itu menjadi pertemuan pertama dan terakhir di Masjid Agung Sunda Kelapa. Loh, kenapa? Karena untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya, kami pindah lokasi. Di sebuah ruko (milik Mas Mono) di daerah Tebet, namanya Rumah Ilmu. Rumu, begitu biasa kami menyebutnya. Alhamdulillah lokasinya semakin dekat dengan rumah. Terima kasih Mas Mono sudah berbaik hati meminjamkan tempat untuk kami. Semoga semakin barokah usaha Ayam Bakar Mas Mono-nya. Aamiin...

Pertemuan demi pertemuan berlanjut. Materinya nggak pernah mengecewakan. Aseli, nagih! Alhamdulillah aku dan keluargaku bisa konsisten ikut kajian ini, walaupun papa sempat nggak hadir satu atau dua kali karena bentrok dengan tugas dinas ke luar kota, mama juga sempat nggak hadir karena kondisi kesehatan kurang oke, adikku juga sempat nggak hadir karena bentrok dengan agendanya ke Jepang, aku pun sempat nggak hadir karena bentrok dengan hari pernikahan sahabatku di Purwakarta dan Tambun. Berbeda dengan kakakku dan adik bontotku yang selalu hadir konsisten di setiap pertemuan. Bahkan si bontot ketika bentrok dengan kegiatan kampus di luar kota, dia menyempatkan mengejar pertemuan kajian di kelas sorenya. Salut! (FYI, kami sekeluarga mengambil jadwal kelas siang).

Yah yang namanya kegiatan keagamaan, pasti ada aja godaan untuk malas datang. Tapi mungkin karena aku ikut kajian sekeluarga, jadi nggak ada alasan untuk bermalas-malasan. Kami saling mengingatkan ketika diantara kami lagi diserang rasa malas ikut kajian. Kami berangkat bersama-sama, konvoi tiga motor karena jumlah anggota keluarga kami genap berenam! Alhamdulillah nikmatnya.... Meskipun pernah juga kami berpencar, ada yang datang kelas siang, ada yang datang kelas sore. Itu karena kami berbeda kesibukan, berbeda waktu luang. Alhamdulillah Ustad Fatih memberi kemudahan untuk pindah kelas kalau ada agenda yang bentrok, karena materi pembahasan antara kelas siang dan kelas sore sama. Fleksibel!
Kalau ditanya, 'Bagaimana kesannya ikut KDII?'
Aku ngerasa nggak akan ada cukupnya mengucap 'Alhamdulillah...' karena ini salah satu nikmat yang luar biasa! Tertulis dalam skenario-Nya dan dengan ijin-Nya, aku bisa mengaji sekeluarga, memperdalam ilmu agama, sekaligus mereparasi jiwa. Walaupun hampir di setiap pertemuan akan keringat dingin sih karena harus setor hafalan.. :p

Melalui KDII aku belajar banyak hal. Setiap kali datang ke kajian, setiap kali itu juga aku merasa tertampar. Kenapa? Aku disadarkan bahwa aku masih sangat jauh dari ketaatan.

Seperti yang sebelumnya aku bilang, materi di pertemuan pertama adalah materi yang paling menikam! Tentang perjalan hidup manusia. Di sini, aku disadarkan bahwa hidup di dunia itu benar-benar cuma sebentar. Nggak ada lagi waktu untuk santai atau serba 'entar'! Sebagaimana sebuah hadis yang mengatakan, "Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat." (HR. Bukhari)

Sejujurnya aku masih seringkali 'pura-pura' lupa tentang kematian. Aku masih asik menikmati tipu daya dunia. Salat sekedarnya, sedekah seadanya, melaksanakan sunnah sesempatnya, menutup aurat pun seperlunya. Ah, bagaimana bisa menjadi hamba dambaan-Nya? Jangan mimpi bisa bersama Rasul-Nya di surga! *selftalk*

Di pertemuan pertama itu, aku diingatkan lagi tentang kematian. Iya, kematian adalah gerbang untuk kehidupan yang kekal. Itu yang seharusnya dipersiapkan! Aku seringkali terlalu percaya diri seolah aku akan hidup berpuluh-puluh tahun lagi. 'Ah, aku kan masih muda. Perjalananku masih panjang.' Padahal dimana pun kita saat ini, ada 99 macam sebab kematian, entah kecelakaan, tertimpa reruntuhan bangunan, keracunan makanan, atau pun hal lainnya. Lantas, kenapa kita masih santai saja? Tertuang jelas dalam sebuah hadis, "Manusia itu seakan-akan dikepung oleh 99 macam sebab kematian. Jika semua itu gagal mengenainya, dia pasti tidak bisa mengelak dari USIA TUA".

See?
Masihkah harus jungkir balik mengejar dunia? Padahal jelas-jelas apa yang ada di dunia nggak akan kita bawa.

Di pertemuan pertama KDII itu, beberapa hal yang juga menjadi pengingat untuk diriku sendiri adalah:

1. "Kematian itu nomor cabut, bukan nomor urut". Jangan berpikir bisa santai dan serba entar mentang-mentang orang tua / nenek-kakek masih hidup. Kita nggak pernah tau jatah umur kita sampai berapa tahun.

2. "Setelah kita pergi dari dunia ini, pilihan kita cuma dua: SURGA atau NERAKA". Ya, cuma dua. Surga atau Neraka? Nggak ada yang tengah-tengah. Kalau memang mau masuk surga, ya dapetin tiket surganya, lakuin yang sesuai agama, jangan setengah-setengah! Ustad Fatih pernah bilang, "Ketika akan melakukan sesuatu, pikirkanlah, apa yang akan kamu lakukan itu akan menjadi tiket menuju surgamu, atau justru menjadi tiket menuju nerakamu? Jika kamu terus mempertimbangkan itu sebelum melakukan sesuatu, maka perbuatanmu akan selalu mengantarmu pada tujuanmu."

3. "Bayangkan ketika kamu akan pergi ke Bandung, kemudian kamu beristirahat di sebuah Rest Area. Apakah kamu akan menyewa hotel untuk beberapa malam di Rest Area, padahal Bandung adalah tujuanmu yang utama?" Begitulah, kenapa masih saja jungkir balik mengejar dunia, padahal tujuan akhirmu adalah akhirat. Bekal apa yang akan kamu bawa? Sebagaimana yang Umar Ibnu Khattab katakan, "Letakkan kehidupan dunia itu dalam genggaman tanganmu, jangan letakkan dunia di dalam hatimu". So, dunia sekedarnya, akhirat yang utama!

OUR TIME IS LIMITED!
Sejak kajian pertemuan pertama itu, aku disadarkan untuk lebih mempertimbangkan apa pun yang akan aku lakukan. Hanya sebatas untuk dunia, atau bisa menjadi bekalku nanti 'di sana'?


Materi berikutnya yang menamparku adalah mengenai kecintaan kepada Allah dan kepada Al-Qur'an. Malu! Iya, sungguh membuatku malu. Pernahkah kamu tertarik pada seseorang? Bagaimana rasanya ketika kamu dapat surat / sms / bbm / apa pun itu, dari dia? Senang? Merasa nggak sabar membacanya? Bahkan ketika kamu telah membacanya kesekian kali, kamu akan tetap senyum-senyum sendiri. Bukan begitu? Lantas, bagaimana dengan yang mengaku sayang / cinta sama Allah (bahkan levelnya sudah bukan 'tertarik' lagi)? Sudahkah senang membaca Al-Qur'an? Adakah keinginan membacanya berulang-ulang?

"Al-Qur'an itu surat cinta dari Allah, loh! Bukti cinta dan sayang Allah kepada hamba-Nya. Sudah seberapa sering membacanya?" -Ustad Fatih-

Aku tertampar. Aku seharusnya tau diri! Bagaimana bisa aku mengaku cinta Allah kalau aku lebih sering menggenggam smartphone-ku daripada surat cinta dari Rabb-ku? Bagaimana bisa aku mengaku sayang Allah kalau aku lebih rela nggak bawa 'surta cinta' itu dibandingkan nggak bawa smartphone-ku?

Aku lebih tertampar lagi ketika pembahasan menjadi lebih dalam mengenai iman. Di kelas KDII ditegaskan bahwa iman itu bukanlah sekedar ikut-ikutan. Diri kita ini perlu diperbaiki, bukan revolusi! Karena revolusi itu mengganti akarnya, sedangkan akar kita sudah bagus, yaitu Islam, dengan Al-Qur'an sebagai pedoman. Kamu mengerti maksudnya pedoman? Ya, semua perilakumu didasarkan padanya. Ya, SEMUANYA! Sedangkan aku, apa? Masih saja memilah-milah isi surat di dalamnya.



Ketika Al-Qur'an menyatakan bahwa memakan babi itu haram, apakah kamu akan tetap memakan babi? Tentu saja tidak, aku tidak mau.

Ketika Al-Qur'an menyatakan bahwa tidak boleh meminum minuman yang memabukkan, apakah kamu masih meminumnya? Tidak, aku tidak berani meminumnya.

Ketika Al-Qur'an menyatakan bahwa riba itu dosa besar, apakah kamu masih melakukannya? Hem... *mikir* aku masih nabung di Bank konvensional sih. Tapi, mau gimana lagi...

Ketika Al-Qur'an menyatakan bahwa setiap muslimah harus menutup aurat, apakah kamu langsung melakukannya? Hem... *mikir* baru mulai 'membungkus' aurat sih, masih memamerkan lekuk tubuh. Tapi, yang penting kan auratnya nggak keliatan...

Ketika Al-Qur'an menyatakan jangan mendekati zina, apakah kamu langsung menjauhinya? Hem... *mikir* itu... anu... aku... Tapi, nggak macem-macem kok...

Nah, nah, nah!
Di pertanyaan-pertanyaan awal, kamu bisa menjawabnya dengan tegas. Kenapa di beberapa pertanyaan terakhir kamu menjawabnya dengan ragu dan penuh kata 'tapi'? Padahal kan semuanya sama-sama bersumber dari Al-Qur'an.

Kenapa? Kamu kurang setuju dengan hukum-hukum yang itu?


Sekarang coba kamu ambil Al-Qur'an, kamu cari ayat-ayat yang mengatur hukum itu, kalau kamu nggak suka, coba kamu ambil gunting untuk menggunting bagian itu. Kamu buang. Berani?

Diem. Kicep!
Merasa tertampar? Merasa tertikam?
Itu aku.
Betapa cacatnya akhlakku!

Aku pernah berpikir, "iri deh sama si A, yang bisa istiqomah di jalan Allah. Da aku mah apa atuh, masih ngelanggar hukum yang ini, hukum yang itu. Ah, tapi mungkin memang ditakdirkan Allah aku begini. Ya mau gimana lagi?"

Hey, jadi, semua karena takdir Allah?
Jangan main-main! Di kelas KDII ini nyaris semuanya dikupas habis.

Bahas apa tadi? Takdir Allah?
Menyalahkan takdir Allah?

Ada dua lingkaran dalam takdir Allah:
1. Lingkaran di dalam kuasa kita (bisa kita ubah)
2. Lingkaran di luar kuasa kita (tidak bisa kita ubah)

Contoh: Ada orang yang mencari nafkah sebagai pekerja seks komersial (PSK). Ketika ditanya, "mbak, kok mau kerja jadi beginian?" terus dia jawab, "ya mau gimana lagi, takdirnya begini".

Pertanyaannya, itu masuk lingkaran yang pertama atau yang kedua?
Pertama.

Yap, lingkaran pertama! Dia punya kuasa untuk berhenti dari lingkungan kerja itu dan mencari yang lebih baik.

Kalau ada yang bilang, "tapi kok Allah ngijinin aja manusia itu kerja di tempat yang 'kotor'?"
Sama halnya dengan pencuri. Ketika ada pencuri yang berhasil mendapatkan dompet / tas milik orang lain, mungkin dia berpikir, "Aku berhasil mencuri. Segala sesuatu kan terjadi atas ijin Allah, berarti Allah mengijinkan aku mencuri."

Tidak, tidak!
Bukan begitu. Kamu tau? Bukan itu yang seharusnya kamu tanyakan. Mungkin Allah memang mengijinkan itu terjadi, tapi apakah Allah ridho kamu melakukan hal keji? Mulai sekarang, ubah mindset-mu, bro!

Lantas, yang dimaksud lingkaran kedua itu seperti apa? Lingkaran kedua itu kan lingkaran yang di luar kuasa kita (tidak bisa kita ubah), contoh: kita terlahir sebagai perempuan (nggak bisa milih menjadi laki-laki), kita terlahir dari rahim ibu kita (nggak bisa milih kita mau ibu yang mana), manusia yang terlahir dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna (tidak bisa memilih bagian tubuh mana yang mau dihilangkan) dan contoh-contoh serupa lainnya.




Oh iya, pada tahapan ini, ada kisah nyata yang luar biasa, yang dialami langsung oleh jamaah KDII. Dia seorang laki-laki. Awalnya bekerja di salah satu bank ternama, dengan jabatan yang oke punya! Tapi ternyata materi di kelas KDII (tepatnya tentang riba dan takdir) telah mengobrak-abrik hati kecilnya. Dia tersiksa dengan kenyataan bahwa penghasilan yang selama ini dia dapatkan adalah hasil riba. Kemudian dia menjadikan materi tentang takdir itu sebagai pedomannya. Dia menyadari kalau apa yang dia alami masih berada pada lingkaran pertama, yakni semua masih dalam kuasanya. Oleh karena itu, dia memilih resign dan kembali mencari kerja. Luar biasa! Kini, dia sudah bekerja di sebuah perusahaan mobil dengan gaji yang ternyata lebih oke punya!

Masya Allah... Janji Allah itu memang benar. Ketika kita meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantikannya dengan yang lebih baik. Sering kali kita kekeuh sama pilihan kita, ngerasa sok tau kalau itu yang terbaik. Padahal cuma Allah Yang Maha Tau. Da kita mah apa atuh...

Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah, ayat 216: "...Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Maha Mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui."

Jadi, perbuatan manusia itu dinilainya sama Allah karena yang baik menurut kita, belum tentu baik menurut Allah. Begitu juga sebaliknya. Tapi dari kitab Allah kita bisa tau hukum-hukum syara' sebagai pedoman perilaku kita. Nggak usah dibikin pusing sama 'apa kata orang', lakukan segala sesuatunya sesuai hukum syara', insya Allah nggak akan salah jalan. Kalem, sis! :D


Tapi sekarang ini, banyak umat islam yang malas belajar tentang ilmu islam itu sendiri. Ini nih yang jadi problematika internal buat kita, umat islam. Parahnya lagi dimeriahkan dengan problematika eksternal, semacam racun dari kaum yahudi, pemurtadan, misionaris dan lain sebagainya.

Apa kabar Islam kalau begini ceritanya? Yakin rela kalau Islam 'dijajah' secara halus kayak begini terus? Habis lama-lama Islam digerus!

Ya, mentang-mentang sih ya di Al-Qur'an dikatakan bahwa kelak Islam akan berjaya lagi. Dan kalian percaya kan kalau janji Allah itu pasti benar? Lantas, kita malah berpikir, "Yaudah sih, kan Allah udah menjanjikan, nantinya Islam akan bangkit. Islam akan penuh kemenangan! Kalem."

Terus, kita cuma ongkang-ongkang kaki gitu aja sambil nunggu semuanya terjadi? Hellow! Jangan mental yang kayak begitu ah yang dipelihara. :p




Ayo, belajar dari sosok Muhammad Al-Fatih! Ketika waktu itu dikatakan bahwa akan ada seseorang yang meruntuhkan Kerajaan Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih langsung menanamkan pada dirinya, "Itu aku, itu aku, itu aku!". Dan ternyata terbukti dia berhasil! Nah, mental yang kayak gini nih yang harus kita punya! Beli dimana ya mental yang kayak begitu? *ups :D

Yuk sama-sama action! Jangan cuma ongkang-ongkang kaki aja. Emang situ juragan? :p

Lakukan apa yang bisa  kamu lakukan. Bukankah setiap orang punya caranya masing-masing?
Menulis dan memposting di media sosial adalah langkah kecilku untuk memulai, bagaimana dengan caramu? :D




Sampaikanlah...
"Jika sekiranya seorang muslim tidak memberikan nasihat kepada saudaranya kecuali setelah dirinya menjadi orang yang sempurna, niscaya tidak akan ada para pemberi nasihat."
(Hasan Al-Bashri rahimahullah)


Apa?
Kamu ngerasa ilmu yang kamu punya masih terlalu dangkal untuk memulai?
Hey, kamu pikir aku udah sebaik apa?
Come on!

"Sampaikanlah walau hanya 1 ayat,"
1 ayat, coy! Masa' 1 ayat aja nggak bisa juga? Emang situ anak balita? Hafidz Qur'an cilik aja udah merajalela.. Malu ah kalo udah tua, masih ngumpet aja :p

Yuk, kita mulai dari sekarang!

Sampai bertemu di gerbang kemenangan, kawan! Barakallah... ^^


----------------------------------------------------------------

FYI, KDII nggak cuma diadain di Tebet loh!
Ustad Fatih pernah cerita kalau ngebuka juga kelas KDII di Bintaro, bahkan Bandung pun ada.
Insya Allah, setelah lebaran nanti kelas KDII akan dibuka lagi di Tebet.
Ada yang mau join?

Oh iya, di setiap pertemuannya memang ada biaya
(kurang lebih untuk konsumsi),
tapi dijamin nggak akan seberapa nilainya dibanding ilmu yang akan didapet! ^^

----------------------------------------------------------------

Terima kasih KDII atas bekalnya untuk berbenah diri,
Terima kasih Ustad Fatih atas ilmunya untuk dibagi, atas waktunya untuk berbagi...

Sabtu, 06 Juni 2015

Pesantren Kilat


Bermula dari sebuah broadcast message mengenai kegiatan Pesantren Kilat pada bulan Ramadhan tahun 2014 lalu. Apa? Pesantren Kilat? Mendengar itu, mengingatkan aku pada jaman sekolah dulu. Menghabiskan dua hari satu malam bersama teman-teman sekolah, diwarnai dengan rentetan kegiatan keagamaan. Dari mulai tadarusan, mendengarkan ceramah, salat berjamaah, hingga menikmati berbuka puasa dan sahur bersama. Pesantren kilat seolah menjadi ritual sederhana dalam nuansa Ramadhan setiap tahunnya.

Tapi ada yang berbeda dengan kegiatan pesantren kilat dalam broadcast message itu. Apa bedanya? Pesantren kilat itu diadakan khusus untuk para karyawan, bukan untuk anak sekolahan. Biayanya bisa dibilang nggak murah, sebanding dengan tempat pelaksanaannya yang terbilang mewah.

Pesantren kilat khusus untuk karyawan itu dilaksanakan oleh komunitas RISKA (Remaja Islam Sunda Kelapa). Biaya pendaftarannya Rp 600.000,- per orang untuk kegiatan selama dua hari satu malam. Tempat pelaksanaannya di Hotel Alia, Cikini, Jakarta Pusat.

Oke, apa yang ada di pikiranmu ketika ada kegiatan keagamaan dengan biaya Rp 600.000,- per orang?

Pada saat itu, jujur, aku keberatan. Iya, aku berpikir, "Wah sayang banget nggak sih ngeluarin uang sebesar ini?"

Konyol!
Bukan, bukan. Bukan kegiatannya yang konyol. Aku yang konyol! Kenapa? Aku ngerasa 'berat' buat ngeluarin uang sebesar itu. Padahal bisa aja itu menjadi tabungan akhiratku. Sedangkan aku nggak pernah berpikir panjang ketika menghabiskan uang sebesar itu untuk membeli sepatu dan baju baru, bahkan digunakan untuk sekedar makan atau jalan bersama teman pun aku mau. Padahal kelak malaikat tidak akan menanyakan merk sepatu apa yang aku pakai? Tempat makan / tempat wisata apa yang sudah pernah aku kunjungi? Kayaknya malaikat akan lebih tertarik menanyakan kegiatan bermanfaat apa yang pernah aku ikuti?

Singkat cerita, kakakku kepengen banget ikut kegiatan pesantren kilat itu. Tapi dia nggak mau sendirian. Dia membujukku! Sedangkan aku tetap bersikap konyol karena nggak rela mengeluarkan uang sebesar itu.

Sampai pada akhirnya, kakakku bilang mau menanggung biaya pendaftaran pesantren kilat itu. Masya Allah... da aku mah apa atuh, ngeluarin uang Rp 600.000,- aja aku nggak rela. Sedangkan kakakku dengan senang hati mengeluarkan uang Rp 1.200.000,- demi mengikuti kegiatan itu!

Semoga Allah selalu melimpahkan rejeki yang barokah untukmu, kak... Aamiin.



Atas kebesaran hati kakakku satu-satunya itu, aku mengikuti pesantren kilat setelah kurang lebih lima tahun nggak ikutan kegiatan serupa (terakhir pas SMA).

Pesantren kilat untuk karyawan (SANLAT for Executive) adalah kegiatan yang luar biasa! Itu pertama kalinya aku merasakan kegiatan pesantren kilat yang mewah ala karyawan. Beruntungnya aku bisa mengikuti kegiatan itu dengan cuma-cuma dan memboyong ilmu yang sangat berguna. Alhamdulillah...

Dalam rentetan kegiatan pesantren kilat itu, aku belajar dari para narasumber yang luar biasa, diantaranya ada bunda Dr. Marwah Daud Ibrahim, mbak Peggy Melati Sukma, kang Ahmad Fuadi dan Ustad Fatih Karim.

1. Bunda Dr. Marwah Daud Ibrahim
Beliau adalah seorang penulis buku yang berjudul 'Pengembangan Kepribadian' dan 'Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan'. Beliau telah memiliki banyak penggemar sebab mampu memotivasi pembacanya untuk menjadi lebih baik lagi. Beliau memiliki program motivasi yang juga bernama 'Mengelola Hidup dan Merencanakan Masa Depan' atau yang biasa disingkat MHMMD, yang dijadikan sebagai ajang oleh beliau untuk terus memotivasi orang-orang Indonesia agar mereka mau berubah menjadi lebih baik.
Dalam kegiatan Pesantren Kilat itu, beliau berbagi ilmu mengenai bagaimana kita harus mengatur waktu dan memanfaatkan setiap kesempatan dalam hidup. Satu kalimat yang aku ingat beliau sampaikan saat itu adalah, "Kesuksesan bukan milik orang pintar, tapi milik orang yang mau mengelola hidupnya dengan tepat!"

2. Mbak Peggy Melati Sukma
Di kegiatan pesantren kilat itulah pertama kalinya aku melihat beliau lagi setelah sekian lama nggak muncul di layar kaca. Penampilannya, Masya Allah... Beliau terlihat sangat anggun dengan balutan busana syar'i-nya. Tutur bahasanya terdengar begitu menenangkan, jauh berbeda saat dulu terkenal dengan jargon "pussiiinggg..." di film Gerhana.
Dalam kesempatan berbagi ilmu secara langsung itu, beliau berbagi pengalaman mengenai perjalanan hijrahnya. Dari yang semula memakai pakaian serba mini demi mengejar duniawi, hingga kini menjadi aktivis yang memperjuangkan terwujudnya masyarakat Qur'ani. Masya Allah... Semoga Allah selalu melindungi beliau dalam setiap langkah hijrahnya. Aamiin. I'm proud of you, mba Peggy...

3. Kang Ahmad Fuadi
Sebelum kegiatan pesantren kilat itu, aku memang sudah tau kalau salah satu narasumbernya adalah penulis novel 'Negeri 5 Menara'. Tapi aku belum tau kalau beliau lah orangnya. Duh, malu! Aku juga belum baca novelnya. Lebih malu lagi karena aku juga belum nonton filmnya, padahal cerita dalam novel itu udah diangkat jadi film layar lebar kan ya?
Pembahasan singkat dalam kegiatan pesantren kilat itu bikin aku jadi kepo dan bertekad mau nonton filmnya. Harus! Ternyata sesuai dugaan, filmnya bagus, ceritanya penuh motivasi dan inspirasi. Dadaku sampai terasa sesak seolah ditikam berkali-kali sepanjang film itu diputar. Itu karena aku merasa 'belum menjadi apa-apa' di usiaku yang sekarang. Kalimat "Man Jadda Wajada" merupakan konsep yang ditanamkan kuat dalam film ini.
Ungkapan dari beliau yang masih kuingat sampai saat ini adalah, "Buatlah hidupmu menjadi lebih bermanfaat lewat menulis. Kata bisa lebih hebat dari peluru. Ketika menulis dari hati, pesannya akan sampai ke hati."
Beliau yang menginspirasiku untuk mulai menulis lagi, untuk mulai aktif di blog lagi. Oh iya, satu pesan dari beliau yang juga aku ingat adalah, "Pertimbangkan dulu apa yang mau kamu tuliskan, termasuk status-statusmu di media sosial. Karena ketika kamu udah 'nggak ada' nanti, media sosialmu akan menjadi salah satu cara bagi orang lain untuk mengenal bagaimana pribadimu."
Terima kasih, kang... Sejalan dengan yang baginda Rasulullah ajarkan, "berkata baik atau diam", kini aku belajar untuk lebih bijak dalam berucap. Aku mencoba lebih bijak dalam menggunakan media sosial untuk bercuap-cuap.



4. Ustad Fatih Karim
Ketika Ustad Fatih Karim muncul, suasana ruangan sempat menjadi agak riuh. Aku dengar-dengar, beliau sudah tenar di media sosial. Duh, kok aku kuper banget sih! Jangan-jangan update-nya malah gosip selebriti? Nia mah gitu orangnya... *eh, tapi kalau Ustad Felix aku tau kok.. bela diri!*
Ustad Fatih masih terlihat muda, dengan perawakan yang bisa dibilang mungil untuk ukuran cowok pada umumnya. Kalau aku ditanya, "apa materi yang Ustad Fatih sampein di Pesantren Kilat?" kayaknya aku nggak bisa jawab.
Kenapa? Rasanya waktu itu aku kayak lagi koma, nggak sadarin diri untuk beberapa lama.
Kok bisa? Di kesempatan berbagi ilmu itu, beliau mengajukan pertanyaan-pertanyaan terkait Islam. Iya, Islam. Agamaku. Hem, tunggu, tunggu! Dulu sih iya, aku dengan PDnya bilang kalau aku muslim dan aku cinta Islam. Tapi di Pesantren Kilat kali itu, rasanya kayak ditampar! Aku (dan kayaknya beberapa peserta lain juga) dibikin sadar kalau ilmu islamku masih sangat dangkal! Aku sampai berpikir, "Emang aku jadi muslim udah berapa lama sih?"
Ustad Fatih secara nggak langsung ngajarin aku untuk tau diri. Masih banyak ilmu Islam yang seharusnya aku gali. Aku ingat ada pesan yang disampaikan Ustad Fatih untuk seluruh peserta saat itu, "Pelajari dulu iman, sebelum pelajari halal dan haram. Kalau lebih dulu mempelajari halal dan haram tanpa didasari iman, maka akan kamu tinggalkan Islam!"


Begitulah...
Ustad Fatih menjadi narasumber terakhir dalam serangkaian kegiatan Pesantren Kilat kala itu. Kegiatan selesai dan kupikir semuanya usai. Tapi ternyata semuanya baru akan dimulai.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Komunitas RISKA, dengan Ustad Fatih sebagai salah satu narasumbernya, justru telah membuka pintu gerbang baru untukku dan untuk seluruh peserta kala itu.

Dari situ, kami mulai merencanakan sebuah kajian lanjutan untuk lebih mengenal islam, untuk lebih memperkokoh iman.

Alhamdulillah...
Terima kasih kak, udah 'maksa' aku untuk ikut kegiatan ini. Semoga semakin barokah rejekinya...  
Terima kasih RISKA, udah menyelanggarakan acara yang keren ini. Semoga semakin berjaya dalam berkah-Nya...

-------------------------------------------------------------------------------------------

Oh iya, tahun 2015 ini RISKA ngadain kegiatan Pesantren lagi loh! Sayangnya bukan untuk karyawan..

Nih info lengkapnya, CEKIDOT!

Pesantren Ramadhan RISKA 1436 H
dengan tema "Ramadhanku Senikmat Makan Cokelat"
(buat kamu yang berusia 15-20 tahun)

Sabtu - Minggu, 20-21 Juni 2015, jam 07.00 - selesai

Tempat:
Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur
Kumpul Sabtu, 20 Juni 2015, jam 07.00 WIB di Masjid Agung Sunda Kelapa,
Menteng, Jakarta Pusat

Acaranya:
1. Workshop News @Net TV
2. Motivasi Semakin Lengket dengan Qur'an bersama 3 Hafidz Kembar (Hanan, Manan, Ihsan)
3. Kunjungan Bayt Qur'an TMII (Sejarah Qur'an di Indonesia)
4. Training Motivasi Semakin Dahsyat Bersama Bang Arief Dahsyat
5. Meet n Greet n Talkshow Bersama Cesar YKS Trans TV, Bacun Hakim, ustad Zacky Mirza, dan Herichan (MC)

HTM: 200.000 per orang sebelum 10 Juni 2015 (limited edition)
Setelah 10 Juni 2015: 250.000 per orang

Diskon spesial 50% bagi kamu yang mengajak 5 orang!

Untuk info lebih lanjut:

SMS, WhatsApp, Call
Idruz: 087878480318
Heni: 082112418722

Ikutin juga update dari RISKA di:

FB: Remaja Islam Sunda Kelapa
Twitter: @riskamenteng
Instagram: riskamenteng
Website: www.riska.or.id

Kamis, 04 Juni 2015

Kamu, HTC ONE MINIku



Hey, kamu!
Iya, kamu...
Kamu yang udah nemenin aku sejak 21 April 2014 lalu.

Aku masih ingat betapa seriusnya usahaku untuk bisa dapetin kamu. Ya, untuk bisa memilikimu aku membutuhkan uang sebesar Rp 5.550.000,- kala itu. Dari segi "nama" memang belum terlalu banyak yang mengenalmu.

Aku pernah mendengar tentangmu dari seorang kawanku, jauh sebelum aku mengetahui rupamu. Dia bilang, hargamu memang tinggi, tapi itu berbanding lurus dengan kualitasmu. Sejujurnya aku nggak langsung percaya saat itu. Mungkin karena begitu banyak "nama lain" yang melebihi ketenaranmu.

Hingga pada akhirnya, Sang Penulis Skenario Kehidupan menyatakan bahwa aku harus mengenalmu lebih dalam...

Aku ditunjukkan jalan oleh-Nya ke sebuah perusahaan yang diadopsi olehmu. Di situlah, di kantor itu, untuk pertama kalinya aku bertegur sapa secara langsung denganmu. Meskipun rekan-rekan kerjaku sudah mengenalmu lebih dulu.

Perusahaan memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengakrabkan diri denganmu secara cuma-cuma. Karena kehadiranmu membantu mengoptimalkan kinerja mereka.

Tidak denganku.
Orang tuaku tidak membiasakan aku untuk menggunakan benda-benda yang bukan milikku. Oleh karena itu, aku berusaha keras mendapatkanmu dengan uangku, agar kamu benar-benar menjadi milikku!

Ini dia penampakkan mereka. Mereka yang mengenalkanku padamu dan membuatku jatuh cinta. Kamu adalah cara sederhanaku mengenang kebersamaan dengan mereka.



Di antara sekian spesies sejenismu, aku memilih kamu. Ya, HTC ONE MINIku! Bentukmu yang mungil serta rupamu yang elegan dan seksi telah membuatku jatuh hati...

Beberapa rekan kerjaku menyayangkan karena aku memilihmu. Hem, mungkin karena ketidaksempurnaan tubuhmu. Selang beberapa waktu setelah aku memilikimu, muncul beberapa retakan halus di samping tubuhmu. Rekan kerjaku bilang, itulah kekuranganmu.

Tapi aku sama sekali nggak menyesal memilihmu. Sungguh! Ketika aku menjatuhkan pilihan pada pendamping-pendampingku sebelum kamu, hampir selalu ada alasan yang membuatku menyesal dan mengeluh. Tapi tidak dengan kamu... Aku bahagia bersamamu.

Namamu yang kurang berkilau, mengakibatkan nggak banyak yang menyediakan bajumu untuk dijual. Dulu, pendamping-pendampingku sebelum kamu, hampir rutin aku belikan baju baru. Biar nggak bosan. Biar kece. Tapi ketika aku bersamamu, menemukan satu baju saja (yang unik) untukmu sudah sangat beruntung!

Hey, kamu tau?
Secara nggak langsung kamu mengajarkanku untuk menjadi sederhana, untuk tampil apa adanya.
Terima kasih...

Satu tahun berselang setelah pertama kali kita bertemu, aku mulai tergoda memberikan penampilan baru untukmu. Aku berselancar di dunia maya, bergelut dengan beberapa situs dan media sosial. Aku berharap akan menemukan sosok malaikat yang menyediakan bajumu untuk dijual. Aku ingin membelikanmu baju baru yang transparan. Sudah dapat kubayangkan kamu akan semakin seksi memakainya. Pasti cantik!



Tapi ternyata nggak semudah itu mengubah angan-angan menjadi kenyataan. Setiap situs dan media sosial yang aku kunjungi mengatakan bahwa stok bajumu sudah habis. Sepertinya mereka nggak mau re-stock mengingat kehadiranmu kalah saing dengan rival-rivalmu. Aku justru menemukan bajumu yang unik dan lucu-lucu dari akun media sosial Thailand, Jerman, Australi, Prancis dan beberapa negara lain.

Sampai tiba saatnya aku dipertemukan oleh-Nya dengan sosok malaikat itu. Salah satu online shop yang 'katanya' menyediakan bajumu untuk dijual. Lokasinya masih di wilayah Jabodetabek. Aku senang bukan main! Aku segera order dan membuat desain bersama-sama dengan pemilik online shop itu. Kami menghabiskan waktu beberapa hari untuk menentukan desain yang pas untukmu. Ah, aku tidak sabar melihatmu memakainya...

Satu bulan setelah hari fiksasi desain bajumu, pemilik online shop itu mengatakan bahwa bajumu masih dalam proses pembuatan. Padahal berdasarkan perjanjian di awal, dibutuhkan waktu 2 minggu untuk menyelesaikan proses pemesanan. Beberapa saat kemudian, pemilik online shop itu menyampaikan padaku bahwa ia menyerah membuatkan bajumu dan akan segera mengembalikan uangku.

Ah, sedih sekali! Pupus sudah harapanku memakaikanmu baju yang sesuai dengan desainku. Tapi aku belum menyerah. Aku kembali berselancar di dunia maya, berharap menemukan sosok malaikat lainnya.

Perjalan yang panjang...



Ketika hampir menyerah, kemudian kebesaran-Nya mempertemukanku dengan sosok malaikat yang baru. Alhamdulillah. Dia mengatakan bersedia menerima orderan bajumu dan ternyata bajumu akan langsung diimport dari Hongkong!

Lantas, aku bisa apa lagi selain menyanggupi?

Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku harap kali ini nggak mengecewakan lagi. Sayangnya, malaikat yang satu ini nggak bersedia menerima orderan dengan desain buatan customer, sedangkan aku kurang tertarik dengan desain yang disediakan olehnya. Jadi, kuputuskan membelikanmu baju transparan polos tanpa desain. Langsung dari Hongkong! Ah, kamu pasti akan tetap terlihat sederhana tapi semakin seksi...

Pembayaran sudah aku lunasi. Tinggal menunggu bajumu datang dua minggu lagi. Aku nggak sabar. Aku berdebar.

Menjelang dua minggu setelah  hari pemesanan bajumu (tepatnya pada hari Jumat, 29 Mei 2015), aku mendapat tugas dinas mengikuti sebuah pelatihan di salah satu kampus swasta di daerah Pasar Rebo. Aku membawamu kala itu. Seperti biasa, kamu setia dalam genggamanku. Bahkan, kita sempat sama-sama mengabadikan kegiatan pelatihan itu.

Kegiatan dalam rangka tugas dinas itu selesai pada sore hari. Aku dan dua orang temanku yang duduk satu shaf sejajar dalam kegiatan itu, sebelum pulang janjian untuk melaksanakan salat ashar terlebih dahulu. Aku meletakkanmu dengan cantik dan anggun di dalam tasku. Kemudian aku meninggalkanmu dan tas itu karena aku akan ke toilet untuk mengambil air wudhu. Teman-teman yang lain juga melakukan hal itu.


Setelah dari toilet, aku langsung bergegas melaksanakan salat ashar, berkomunikasi dengan Rabb-ku. Aku nggak membuka lagi tas itu. Aku nggak mengecek keadaanmu. Selesai salat, aku meninggalkan ruangan dan bergegas pulang. Sesampainya di parkiran motor, aku membuka tasku. Bukan. Bukan untuk mengecek keadaanmu. Aku membuka tasku untuk mengambil kunci motor dan karcis parkir yang kuletakkan di dalam situ.

Kemudian aku mengendarai motor menuju rumah di daerah Palbatu. Berusaha menikmati kemacetan ibukota, tanpa ada firasat buruk tentangmu.

Sesampainya di rumah, aku segera membuka tas itu untuk bermesraan denganmu. Aku rindu. Tapi aku nggak bisa menemukanmu! Aku mulai panik dan mengeluarkan semua penghuni dalam tas itu. Semua! Kamu nggak ada. Kamu nggak ada di sana.

Aku ulangi lagi dan lagi, mencarimu di antara semua barang itu. Aku berharap kamu hanya terselip di antara mereka. Mungkin kamu bersembunyi dibalik benda-benda itu. Kamu hanya ingin bercanda denganku. Bukan begitu?



Bukan.

Kamu benar-benar nggak ada di sana. Bahkan setelah aku membongkar tas itu untuk yang kesekian kalinya...
Nggak terasa pipiku mulai basah.
Ya, air mata...

Kamu telah pergi. Menghilang.
Dan aku menangis. Semalaman.

Tangisku pecah. Sesak!



Keluargaku, sahabatku, lelakiku, mencoba menguatkanku dan memintaku untuk bersabar. Ikhlas. 

"Apa yang membuatmu menangis?"
Aku nggak bisa menjawab saat pertanyaan itu diajukan. Aku nggak paham.

Daftar kontak di dalamnya?
Foto-fotonya?
SIM Cardnya?
HPnya?

Entahlah...

Eh tapi, mungkin iya HPnya.
Iya, kamu.
Aku sudah terlanjur sayang.
Sampai-sampai merasa sesak saat kamu tinggalkan.

Aku berkali-kali memohon ampun, meminta maaf kepada Rabb-ku. Aku meminta maaf karena aku terlalu mencintaimu. Padahal DIA pernah berpesan, "jangan terlalu cinta sama harta".

Kini aku tau maksudnya...

Tangisku sempat terhenti karena aku tertidur. Di sepertiga malam aku terbangun. Aku berbenah diri untuk menghadap Rabb-ku. Menjadikan waktu yang spesial itu untuk mengadu. Mencurahkan segalanya di atas sajadah merah dalam kamarku.



Lagi dan lagi aku tersedu.
Lagi dan lagi aku meminta maaf kepada Rabb-ku.
Maafkan aku karena terlalu mencintai hartaku...
Sungguh, maafkan aku.

Sesaat setelah itu, aku merasa lega, seolah ditenangkan oleh-Nya. Betapa baiknya DIA, seberapa pun cacatnya ibadahku dihadapan-Nya, namun kasih sayang-Nya sungguh sempurna.

Pada Sabtu paginya, ketika aku bertekad untuk merajut semangat lagi, menebar senyum lagi, nyatanya di saat itu pula aku goyah lagi... Paket itu tiba! Ya, bajumu dari Hongkong telah tiba. Kamu bisa menebak apa yang terjadi? Aku menangis lagi. Ya, lagi.



Ah, kenapa paket itu seolah meledekku?

Tapi, aku nggak boleh bersedih terlalu lama karenamu.
Kebersediaan-Nya menemaniku di sepertiga malam itu, membuatku lebih rela melepaskanmu.


Di sini, ijinkan aku tetap menyimpan rumahmu dan bajumu, mungkin untuk beberapa waktu.



Selamat jalan HTC ONE MINIku...
Semoga kamu baik-baik saja bersama pendampingmu yang baru.

Tertanda,


- aku, yang merindukan pendampingku -