Aku
seorang muslimah berusia sekitar 20-an tahun. Entah memang waktu-Nya yang
tepatkah untuk memberiku hidayah saat ini? Inikah saatnya Dia, Allah SWT,
menyapa atau mungkin lebih tepatnya menegurku? Wallahu’alam.
Berawal dari sebuah buku menarik yang kubaca beberapa
hari lalu. Karangan seorang ustad muda keturunan Tionghoa, seorang mualaf.
Gambaran nyata dunia saat inilah yang mendorongnya untuk mengangkat cerita
mengenai hubungan lawan jenis yang belum halal, katanya.
Tak peduli berapa umur
setiap individu saat ini, pasti mengenal panggilan sayang untuk ‘hubungan lawan
jenis’ itu. Pacaran namanya.
Sebagai
seorang muslimah, aku menggolongkan diriku sebagai hamba-Nya yang biasa saja.
Aku mengenakan jilbab, meskipun hanya ‘jilbab standar’, kata mereka.
Ah, apalah arti jilbab?
Apakah hanya kain sederhana sebagai penutup kepala?
Banyak
orang yang tak lagi percaya bahwa perempuan yang berjilbab menandakan bahwa ia
perempuan ‘baik-baik’. Bukan salah mereka yang menilai. Realita kehidupan saat
ini memang mendukung pemahaman mereka. Tak jarang perempuan berjilbab
tertangkap basah sedang mencuri, membuang atau membunuh anaknya sendiri, kalap
terhadap suaminya karena dibakar rasa cemburu, bahkan tanpa rasa malu
mempertontonkan kemesraannya dengan lawan jenis di depan umum, padahal belum
mahram.
Sedih memang... Padahal sampai detik ini, aku adalah salah seorang dari
sekian banyak orang yang percaya bahwa jilbab merupakan salah satu tameng yang
mampu melindungi diri dari perbuatan-perbuatan tidak terpuji. Tapi bagaimana pun
pendapat mereka, aku memutuskan mengenakan jilbab karena aku percaya ini memang
kewajiban yang ditetapkan dalam ajaran Islam, agama kebanggaanku, karena Allah
menyayangiku. Ya, Allah selalu menyayangi hamba-Nya.
Tanpa
dipungkiri, sebagai seorang muslimah, ibadahku pun masih jauh dari sempurna.
Meskipun aku selalu ingin menjadi hamba yang sangat dicintai-Nya karena ibadah
dan akhlak yang baik. Tanpa berniat untuk merasa ‘sok suci’, tapi sungguh
setiap manusia yang mampu berpikir tentu sangat mendambakan cinta dan kasih
sayang-Nya yang Maha Sempurna.
Sebagai seorang muslimah, hal lain yang
membuatku sangat malu kepada-Nya saat ini adalah karena aku pacaran. Ya, aku
seorang muslimah, tetapi aku pacaran. Padahal dalam ajaran agama Islam tiada mengenal
pacaran.
Ah,
buku itu... Buku tentang pacaran itu seolah memberikan tamparan keras di pipiku
dan meremas-remas hati kecil di dalam diriku. Buku berwarna merah jambu itu
telah menyadarkanku bahwa Islam memang agama terindah dari Allah yang telah mengemas
aturan-aturan hidup secantik mungkin. Aturan hidup itu dikemas dengan sangat
rapih untuk memuliakan setiap manusia yang percaya akan agama-Nya.
Pacaran itu hanya akan mendekatkan kita kepada
zina. Padahal zina adalah salah satu dosa besar yang sangat dibenci Allah.
Di
usiaku yang masih tergolong dewasa awal, mungkin mempengaruhi pola pikirku yang
sangat minim mengenai kedewasaan, tepatnya mengenai pandangan hidup. Sebelumnya aku
justru merasa bangga karena aku memiliki seorang pacar yang sangat menyayangiku,
katanya. Hubungan ini sudah kami jalin hampir tiga tahun lamanya.
Mungkin sama
seperti perempuan-perempuan lain pada umumnya, aku merasa bahagia saat
bersamanya, merasa tidak bisa jauh darinya, selalu harap-harap cemas hanya
karena menanti pesan singkat darinya hampir setiap hari dan selalu takut
dirinya tertarik pada perempuan lain selain aku. Seolah merupakan sebuah
prestasi, aku merasa bangga ketika sang pacar menggenggam erat tanganku di
depan teman-temanku dan teman-temannya, menatap wajahku lekat, menyatakan
betapa dirinya sangat menyayangiku. Aduhai, bahagia sekali rasanya. Sungguh
indah. Orang-orang bilang ini perasaan cinta.
Ah, benarkah ini yang dinamakan cinta?
Wallahu’alam.
Tapi
buku manis berwarna pink itu
membangunkanku dari segala bentuk mimpi indah yang beberapa tahun ini aku
rasakan. Aku terbangun dari mimpi itu dengan penuh rasa bimbang dan sesal.
Melalui buku itu sang penulis menyampaikan dengan kesungguhannya betapa ia
ingin menyelamatkan saudara-saudara muslim dan muslimah dari bahaya pacaran. Suatu
jalan yang teduh menuju perzinaan yang telah diperindah dengan merdunya
nyanyian setan, katanya.
Apakah aku sepenuhnya terbangun? Atau aku akan
terlena dengan mimpi indah yang kurajut sendiri? Hhh, dengan bantuan setan
tentunya.
*tulisan ini diambil dari tumpukkan file-file dalam folder di laptop pribadiku, tertanggal 30 Maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar