Sabtu, 15 November 2014

Dia Menyapaku (part I)


Aku seorang muslimah berusia sekitar 20-an tahun. Entah memang waktu-Nya yang tepatkah untuk memberiku hidayah saat ini? Inikah saatnya Dia, Allah SWT, menyapa atau mungkin lebih tepatnya menegurku? Wallahu’alam.
Berawal dari sebuah buku menarik yang kubaca beberapa hari lalu. Karangan seorang ustad muda keturunan Tionghoa, seorang mualaf. Gambaran nyata dunia saat inilah yang mendorongnya untuk mengangkat cerita mengenai hubungan lawan jenis yang belum halal, katanya.
Tak peduli berapa umur setiap individu saat ini, pasti mengenal panggilan sayang untuk ‘hubungan lawan jenis’ itu. Pacaran namanya.
Sebagai seorang muslimah, aku menggolongkan diriku sebagai hamba-Nya yang biasa saja. Aku mengenakan jilbab, meskipun hanya ‘jilbab standar’, kata mereka.

Ah, apalah arti jilbab?
Apakah hanya kain sederhana sebagai penutup kepala?

Banyak orang yang tak lagi percaya bahwa perempuan yang berjilbab menandakan bahwa ia perempuan ‘baik-baik’. Bukan salah mereka yang menilai. Realita kehidupan saat ini memang mendukung pemahaman mereka. Tak jarang perempuan berjilbab tertangkap basah sedang mencuri, membuang atau membunuh anaknya sendiri, kalap terhadap suaminya karena dibakar rasa cemburu, bahkan tanpa rasa malu mempertontonkan kemesraannya dengan lawan jenis di depan umum, padahal belum mahram.
Sedih memang... Padahal sampai detik ini, aku adalah salah seorang dari sekian banyak orang yang percaya bahwa jilbab merupakan salah satu tameng yang mampu melindungi diri dari perbuatan-perbuatan tidak terpuji. Tapi bagaimana pun pendapat mereka, aku memutuskan mengenakan jilbab karena aku percaya ini memang kewajiban yang ditetapkan dalam ajaran Islam, agama kebanggaanku, karena Allah menyayangiku. Ya, Allah selalu menyayangi hamba-Nya.
Tanpa dipungkiri, sebagai seorang muslimah, ibadahku pun masih jauh dari sempurna. Meskipun aku selalu ingin menjadi hamba yang sangat dicintai-Nya karena ibadah dan akhlak yang baik. Tanpa berniat untuk merasa ‘sok suci’, tapi sungguh setiap manusia yang mampu berpikir tentu sangat mendambakan cinta dan kasih sayang-Nya yang Maha Sempurna.
Sebagai seorang muslimah, hal lain yang membuatku sangat malu kepada-Nya saat ini adalah karena aku pacaran. Ya, aku seorang muslimah, tetapi aku pacaran. Padahal dalam ajaran agama Islam tiada mengenal pacaran.
Ah, buku itu... Buku tentang pacaran itu seolah memberikan tamparan keras di pipiku dan meremas-remas hati kecil di dalam diriku. Buku berwarna merah jambu itu telah menyadarkanku bahwa Islam memang agama terindah dari Allah yang telah mengemas aturan-aturan hidup secantik mungkin. Aturan hidup itu dikemas dengan sangat rapih untuk memuliakan setiap manusia yang percaya akan agama-Nya.

Pacaran itu hanya akan mendekatkan kita kepada zina. Padahal zina adalah salah satu dosa besar yang sangat dibenci Allah.

Di usiaku yang masih tergolong dewasa awal, mungkin mempengaruhi pola pikirku yang sangat minim mengenai kedewasaan, tepatnya mengenai pandangan hidup. Sebelumnya aku justru merasa bangga karena aku memiliki seorang pacar yang sangat menyayangiku, katanya. Hubungan ini sudah kami jalin hampir tiga tahun lamanya.
Mungkin sama seperti perempuan-perempuan lain pada umumnya, aku merasa bahagia saat bersamanya, merasa tidak bisa jauh darinya, selalu harap-harap cemas hanya karena menanti pesan singkat darinya hampir setiap hari dan selalu takut dirinya tertarik pada perempuan lain selain aku. Seolah merupakan sebuah prestasi, aku merasa bangga ketika sang pacar menggenggam erat tanganku di depan teman-temanku dan teman-temannya, menatap wajahku lekat, menyatakan betapa dirinya sangat menyayangiku. Aduhai, bahagia sekali rasanya. Sungguh indah. Orang-orang bilang ini perasaan cinta.

Ah, benarkah ini yang dinamakan cinta? Wallahu’alam.

Tapi buku manis berwarna pink itu membangunkanku dari segala bentuk mimpi indah yang beberapa tahun ini aku rasakan. Aku terbangun dari mimpi itu dengan penuh rasa bimbang dan sesal. Melalui buku itu sang penulis menyampaikan dengan kesungguhannya betapa ia ingin menyelamatkan saudara-saudara muslim dan muslimah dari bahaya pacaran. Suatu jalan yang teduh menuju perzinaan yang telah diperindah dengan merdunya nyanyian setan, katanya.

Apakah aku sepenuhnya terbangun? Atau aku akan terlena dengan mimpi indah yang kurajut sendiri? Hhh, dengan bantuan setan tentunya.

Alhamdulillah, Allah memberiku kesempatan untuk membaca buku yang sangat kaya ilmu itu...


*tulisan ini diambil dari tumpukkan file-file dalam folder di laptop pribadiku, tertanggal 30 Maret 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar