Selasa, 20 Januari 2015

Makhluk Hina Mengutarakan Rasa



Wahai DZAT Yang Maha Mulia,
Berkenankah Engkau mendengarkan makhluk hina mengutarakan rasa?

Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah,
La hawla wala quwwata illa billah...

Maafkan aku karena seringkali mengeluh di beberapa waktu.
Mengeluh karena sakitku.

Padahal seharusnya aku tau,

"Tidak ada yang menimpa seorang muslim kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis), kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai pun duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosanya." (Hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhari)

Ya.

Bodohnya aku.
Tak seharusnya aku mengeluh kepada-Mu.
Sudah sepantasnya Engkau menghukumku atas sekian banyak kesalahanku.

Bodohnya aku.
Bermimpi dan berharap dapat bersama-sama dengan kekasih-Mu di dalam surga-Mu.
Tapi diberikan sakit seperti ini saja aku tak mampu.

Bodohnya aku.
Berani berharap dan mendamba rasa cinta dari-Mu.
Tapi seringkali mendzalimi diri dan bermaksiat kepada-Mu.


Seharusnya aku tau diri!
Mengijinkan aku menginjakkan satu kaki di surga-Mu pun mungkin Engkau tak sudi.

Masih diberikan ijin untuk menghirup udara di dunia saja,
sudah menunjukkan kebaikan-Mu yang sangat luar biasa.


Bagaimana bisa,
hamba-Mu yang hina, mendambakan cinta dari Sang Maha CINTA?

Bagaimana bisa,
hamba-Mu yang hina, memimpikan kebersamaan dengan kekasih-Mu di surga?

Bagaimana bisa,
hamba-Mu yang hina, mengharapkan hadir-Mu sebagai pelipur lara saat diserang kejamnya dunia?

Bagaimana bisa,
hamba-Mu yang hina, masih berani menampang muka dan menodongkan segala pinta?

Wahai DZAT pengabul segala pinta,
Engkau sepenuhnya berhak untuk menahan atau mengabulkan berbagai doa.
Mungkin aku terlalu hina untuk meminta,
Tapi...
masih bolehkah aku mengutarakan segala rasa?


Tertanda,


hamba-Mu yang hina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar